Chavilleblog – Tidak pernah lockdown, beberapa negara memilih pendekatan yang berbeda saat pandemi Covid-19 menyebar dengan cepat pada tahun 2020. Sementara sebagian besar negara menerapkan langkah-langkah lockdown yang ketat untuk mengendalikan penyebaran virus, negara-negara ini justru tidak memberlakukan pembatasan yang paling keras terhadap warganya. Sebaliknya, mereka memilih strategi alternatif, seperti membatasi pertemuan besar, memberlakukan pembatasan perjalanan, serta menggunakan pengujian dan karantina secara ekstensif. Lima tahun kemudian, kita kini dapat menilai efektivitas keputusan mereka dan apakah menghindari lockdown terbukti menjadi pilihan yang tepat.
Pada Maret 2020, dunia tiba-tiba berhenti. Dengan penyebaran Covid-19 yang menjadi krisis global, hampir setiap negara memberlakukan semacam lockdown. Pemerintah di seluruh dunia memberlakukan perintah tinggal di rumah, menutup bisnis, dan membatasi pergerakan untuk memperlambat penularan virus. Dampak ekonomi dan sosial dari keputusan ini sangat mendalam. Di kota-kota besar seperti London, orang-orang tidak lagi dapat menikmati rutinitas biasa mereka, dan jalan-jalan yang dulu ramai menjadi sunyi. Bagi banyak orang, rasanya dunia yang mereka kenal hilang begitu saja dalam semalam.
Di tengah-tengah penghentian global ini, beberapa negara, termasuk Swedia, Taiwan, Uruguay, dan Islandia, memilih untuk mengambil pendekatan yang berbeda. Mereka memutuskan untuk tidak memberlakukan lockdown secara besar-besaran, melainkan mengandalkan metode lain untuk mengendalikan virus. Swedia, misalnya, terkenal menghindari lockdown secara total dan memilih langkah-langkah sukarela yang lebih menekankan pada tanggung jawab individu. Sementara itu, negara-negara seperti Taiwan dan Uruguay memberlakukan pembatasan perjalanan yang ketat, namun membiarkan perekonomian dan masyarakat mereka berfungsi hampir tanpa gangguan.
“Optimasi Logistik dengan Machine Learning”
Swedia mungkin adalah contoh paling terkenal dari negara yang tidak pernah melakukan lockdown. Di bawah arahan epidemiolog Swedia, Anders Tegnell, Swedia memilih strategi berbasis kekebalan kawanan, di mana virus akan menyebar melalui populasi sambil melindungi yang paling rentan. Pendekatan ini kontroversial pada saat itu, karena banyak ahli khawatir bahwa hal ini akan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Namun, Swedia menghindari pembatasan ketat yang diterapkan di negara-negara lain, memungkinkan bisnis tetap buka dan orang-orang melanjutkan kehidupan sehari-hari mereka dengan gangguan yang minimal.
Begitu juga dengan Taiwan dan Uruguay yang mengambil pendekatan berbeda, sangat bergantung pada pengujian dan langkah-langkah karantina yang kuat. Respons awal Taiwan termasuk kontrol perbatasan yang ketat dan pelacakan kontak, yang memungkinkan mereka untuk mengendalikan virus tanpa perlu lockdown total. Uruguay, di sisi lain, memberlakukan langkah-langkah terarah dan pembatasan perjalanan tanpa memberlakukan perintah tinggal di rumah secara nasional. Islandia juga memilih untuk menjaga perbatasannya tetap terbuka sambil menerapkan pengujian massal dan pelacakan kontak, yang membantu mengendalikan virus pada tahap awal pandemi.
Lima tahun kemudian, pertanyaan yang tetap muncul adalah: apakah keputusan untuk tidak melakukan lockdown di negara-negara ini adalah keputusan yang benar? Data dari negara-negara ini menunjukkan gambaran yang beragam. Dalam hal angka kematian, negara seperti Swedia memang mengalami angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga yang menerapkan langkah-langkah yang lebih ketat. Namun, perekonomian Swedia lebih baik daripada banyak negara yang menjalani lockdown panjang. Dampak ekonomi dari lockdown, termasuk peningkatan pengangguran dan penurunan di berbagai industri, sangat parah di sebagian besar wilayah dunia.
Di sisi lain, negara-negara seperti Taiwan dan Uruguay relatif berhasil dalam hal hasil kesehatan dan stabilitas ekonomi. Pendekatan mereka yang mengutamakan kontrol perbatasan yang ketat dan pelacakan kontak tanpa memberlakukan lockdown nasional memungkinkan mereka untuk mengelola virus dengan efektif sambil menghindari biaya sosial dan ekonomi dari lockdown total.
Studi ilmiah dan data terus bertambah, memberikan wawasan lebih dalam mengenai efek jangka panjang dari lockdown. Dibandingkan dengan langkah-langkah kesehatan masyarakat lainnya. Meskipun tidak ada pendekatan yang terbukti sempurna. Negara-negara yang tidak pernah lockdown memberikan pelajaran berharga dalam menyeimbangkan kesehatan masyarakat dengan kesejahteraan ekonomi dan sosial.
Negara-negara yang melewati lockdown ketat selama pandemi Covid-19 telah menunjukkan bahwa strategi alternatif. Seperti pembatasan perjalanan, pengujian, dan karantina, dapat efektif dalam mengelola pandemi. Meskipun hasilnya beragam, dampak jangka panjang dari keputusan-keputusan ini terus membentuk cara negara-negara mendekati krisis kesehatan masyarakat di masa depan.
“The Leopard: How Lampedusa Skewered the Super-Rich”