Chavilleblog – Ilusi Konsensus Moral kembali menjadi perdebatan tajam setelah Alex Watson, seorang analis kebijakan global, menyuarakan kritiknya terhadap gagasan bahwa dunia bisa bersatu lewat landasan moral bersama. Dalam tulisannya yang diterbitkan minggu ini, Watson menegaskan bahwa “global moral consensus is just wishful thinking”, atau dalam arti bebas, konsensus moral dunia hanyalah harapan kosong. Ia menyebut bahwa banyak negara besar menunjukkan sikap yang tidak konsisten terhadap nilai-nilai keadilan dan hukum internasional.
Salah satu contoh yang ia soroti adalah Mahkamah Pidana Internasional (ICC), lembaga yang dibentuk untuk menegakkan keadilan internasional atas kejahatan berat seperti genosida dan kejahatan perang. Namun, negara-negara berpengaruh seperti Amerika Serikat, Rusia, India, Tiongkok, dan Israel tidak pernah meratifikasi atau bahkan menarik diri dari perjanjian pendirian ICC. Hal ini menunjukkan bahwa Ilusi Konsensus Moral dalam skala global tidak pernah benar-benar eksis dalam praktik.
“Truk Otonom Melaju di Tengah Malam: Revolusi Transportasi”
Ketimpangan Dukungan terhadap Lembaga Global
Ilusi Konsensus Moral juga semakin tampak ketika lembaga internasional kehilangan legitimasi akibat ketimpangan dukungan negara-negara besar. Watson menilai bahwa dominasi politik dan kepentingan nasional sering kali menjadi penghalang utama dalam menegakkan norma moral universal. Ketika kekuatan utama dunia menolak tunduk pada pengadilan internasional, maka kepercayaan terhadap hukum global pun ikut melemah.
Selain itu, banyak negara berkembang justru menjadi sasaran utama dari pengadilan internasional. Menciptakan persepsi bahwa keadilan global tidak diterapkan secara setara. Ini menambah lapisan keraguan atas keberadaan konsensus moral yang seharusnya mencerminkan keadilan yang tidak memihak.
Haruskah Dunia Masih Berharap pada Konsensus Moral?
Ilusi Konsensus Moral, menurut Watson, bukan hanya soal ketidaksepakatan politik, tetapi mencerminkan persoalan struktural dalam sistem global itu sendiri. Ketika tidak ada mekanisme yang dapat memaksa negara-negara besar untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral universal. Maka harapan akan dunia yang bersatu secara etis semakin sulit dicapai.
Watson tidak sepenuhnya pesimis, tetapi ia menyerukan realisme. Ia mendorong komunitas global untuk membangun pendekatan baru bukan dengan menggantungkan harapan pada kesatuan moral global. Tetapi dengan memperkuat kerja sama regional, transparansi, dan akuntabilitas nyata. Dalam dunia yang semakin kompleks dan terfragmentasi, ilusi konsensus moral seharusnya menjadi pemicu evaluasi, bukan penghiburan kosong.